"Tubuh-puisi dikonstruksi sebagai ranting-ranting sejarah dengan daun dan akarnya yang belum pasti. Dahannya: kepercayaan atas Bahasa yang akut. Ibe S. Palogai di antara sebagian penyair yang menjadikan puisi sebagai suara performatif sejarah lokal ke tubuh masakini. Mencari dan memetakan waktu sebagai “durasi kreatif” antara masalalu dan masakini, kadang ikut terjerembab ke dalam sejarah s…