Text
Taman Siswa
Organisasi Taman Siswa didirikan karena ketidakpuasan dengan sistem pendidikan saat itu. Pada saat itu, pemerintah Belanda masih menguasai Indonesia dan sistem pendidikannya. Pemerintah Belanda tidak mengizinkan semua orang Indonesia bersekolah. Hanya anak-anak bangsawan, keluarga kaya, dan bangsawan yang diizinkan bersekolah. Padahal, seluruh rakyat Indonesia sangat membutuhkan pendidikan untuk bisa mandiri dan bebas dari penjajahan.
Taman Siswa didirikan untuk memberikan pendidikan bagi masyarakat Indonesia untuk menjadi bangsa yang mandiri. Perguruan Taman Siswa berkembang hingga Taman Indria didirikan sebagai Taman Kanak-Kanak dan Perguruan Tinggi Taman Siswa Sarjanawiyata. Organisasi Taman Siswa didirikan oleh seseorang yang dikenal dengan nama Ki Hajar Dewantara atau nama aslinya adalah Raden Mas Soewardi Soeryaningrat. Mungkin sudah tidak asing lagi bagi kita, karena merupakan nama yang sering digunakan oleh para bangsawan.
Ki Hajar Dewantara awalnya merupakan nama bangsawan, tetapi kemudian berubah pada usia 40 tahun. Ki Hadjar Dewantara adalah pendiri organisasi Taman Siswa, yang bisa disebut organisasi pendidikan pertama di Indonesia saat itu. Prestasinya memang sangat berarti bagi dunia pendidikan Indonesia dan namanya dikenal luas hingga saat ini. Sebagai seorang bangsawan, ia menerima pendidikan yang baik. Ia juga mendirikan organisasi politik pertama di Indonesia bersama rekan-rekannya.
Pembentukan organisasi ini memang ditentang keras oleh pemerintah Hindia Belanda, sehingga beberapa orang diasingkan/diasingkan ke beberapa daerah, termasuk Ki Hajar Dewantara. Ki Hajar Dewantara diasingkan ke Belanda dan dapat kembali ke Indonesia pada tanggal 3 Juli 1922. Ia kemudian segera membentuk National Onderwijs Instituut Tamansiswa, atau sekarang dikenal dengan Organisasi Taman Siswa.
Sinopsis Buku
Taman Siswa bukanlah tempat belajar-mengajar semata; dalam Taman Siswa terkandung semangat antikolonial serta keselarasan antara budaya Timur dan Barat. Sebagai lembaga pendidikan, Taman Siswa juga tak lepas dari pergerakan kemerdekaan kala itu. Terbukti ketika Taman Siswa melawan pemberlakuan “Ordonansi Sekolah Liar” pada 1932, semua pemimpin nasionalis bersatu untuk mendukung sekaligus menjadikan Taman Siswa pusat gerakan nasionalis. Sebagaimana kebanyakan organisasi, Taman Siswa juga menghadapi kendala internal. Terkait hal ini, Demokrasi dan Kepemimpinan: Kebangkitan Gerakan Taman Siswa karya Kenji Tsuchiya membahas dengan sangat baik konsep “demokrasi dan kepemimpinan” yang dirumuskan oleh Ki Hadjar Dewantara. Diceritakanlah bagaimana keberadaan Ki Hadjar Dewantara bisa begitu vital dalam menjaga keutuhan Taman Siswa. Lebih daripada itu, gagasan “Demokrasi dan Kepemimpinan” juga bukan gagasan yang berawal dan berakhir di Ki Hadjar Dewantara. Sebelumnya ada tesis Soetatmo “Demokrasi dan Kebijaksanaan”, dan setelahnya ada tesis Sukarno “Demokrasi Terpimpin”.
Tidak tersedia versi lain