Text
Selamat Tinggal
Kisah ini menceritakan seorang penjaga toko buku ‘Berkah’ yang berada di dekat stasiun kereta listrik. Ia adalah Sintong Tinggal yang juga seorang mahasiswa rantau Fakultas Sastra yang sudah tahun ke tujuh masa kuliahnya dan belum lulus. Hal demikian yang membuat dirinya disebut sebagai “mahasiswa abadi”.
Toko buku Berkah tidaklah seperti toko buku lainnya yang ada di dalam Mal dengan berbagai rak yang tertata rapi, pencahayaan yang terang, dan lantai yang bersih mengkilat. Toko buku milik Paklik ini hanya bermodalkan kipas angin tua dengan suara deritnya yang khas. Namun, sayangnya toko buku tersebut tidak seperti namanya ‘Berkah’ sebab toko buku yang dijaga oleh Sintong merupakan sebuah toko yang menjual berbagai buku bajakan.
Tidak tahu di mana letak ‘berkah’ dari berbagai buku bajakan yang dijual di toko tersebut. Bagi Sintong sendiri, menjual buku bajakan membuat idealisme yang ada di dalam dirinya seolah tergadaikan. Terlebih, ia sama saja turut andil pada ranah ilegal tersebut, serta merauk hak kekayaan intelektual milik orang lain.
Di samping itu, Sintong memikirkan bagaimana kedua orang tuanya yang tidak mempunyai dana untuk membayar segala kebutuhkan kampusnya. Sementara Paklik hendak membantu biaya kebutuhan kampusnya, tetapi dengan ketentuan Sintong menjadi penjaga di toko buku–yang katanya berkah–miliknya.
Layaknya mahasiswa abadi lainnya yang ditekan untuk segera menuntaskan kuliahnya, Sintong pun kerap kali ditanya terkait kapan dirinya hendak menuntaskan persoalan kuliahnya. Sintong sebenarnya merupakan salah satu mahasiswa aktif nan cerdas. Tulisan yang pernah dibuatnya pun pernah dimuat di salah satu koran nasional.
Ia pernah menjadi wakil pemimpin redaksi majalah di kampusnya. Lantas, mengapa dirinya memilih menjadi mahasiswa abadi? Hal itu tentu bukan sesuatu yang diinginkan olehnya. Dirinya menjadi seperti itu sebab ada luka di hati terkait kisah cintanya dengan kawan semasa SMA-nya.
Sintong mempunyai cerita seperti orang-orang pada umumnya. Ia memegang kuat sebuah prinsip, tetapi sebab keadaan finansial yang memaksakan dirinya untuk menepikan prinsipnya tersebut. Begitu pula dengan kita yang kadangkala terpaksa dan dipaksa untuk menjalani hal yang sebenarnya sangat kita hindari, bahkan benci.
Tidak tersedia versi lain