Text
Negeri 5 Menara
Seumur hidupnya Alif tidak pernah menginjak tanah di luar ranah Minangkabau. Masa kecilnya dilalui dengan berburu durian runtuh di rimba Bukit Maninjau. Tiba-tiba dia harus melintas punggung Sumatera menuju sebuah desa di pelosok Jawa Timur. Ibunya ingin dia menjadi Buya Hamika walau Alif ingin menjadi Habibie. Dengan setengah hati dia mengikuti perintah ibunya: belajar di pondok.
Di hari pertama di Pondok Madani (PM) Alif terkesima dengan “mantra” sakti man jadda wajada. Siapa yang bersungguh-sungguh pasti sukses. Dipersatukan oleh hukuman jewer berantai, Alif berteman dengan Raja dari Medan, Said dari Surabaya, Dulmajid dari Sumenep, Atang dari Bandung, dan Baso dari Gowa. Di bawah menara masjid, mereka menunggu maghrib sambil menatap awan lembayung yang bearak ke ufuk. Awan-awan itu menjelma menjadi negara dan benua impian mereka masing-masing. Ke mana impian akan membawa mereka? Mereka tidak tahu. Yang mereka tahu adalah: jangan pernah remehkan impian, walau setinggi apa pun. Tuhan sungguh Maha Mendengar.
Negeri 5 Menara adalah buku pertama dari sebuah trilogi, ditulis oleh Ahmad Fuadi, mantan wartawan TEMPO & VOA, penerima beasiswa luar negeri, penyuka fotografi, dan terakhir menjadi Direktur Komunikasi di sebuah NGO konservasi. Alumni Pondok Modern Gontor, HI Unpad, George Washington University, dan Royal Holloway, University of London ini meniatkan sebagian royalti trilogi ini untuk membangun Komunitas Menara, sebuah lembaga sosial untuk membantu pendidikan orang yang tidak mampu dengan basis sukarelawan.
Tidak tersedia versi lain