Mangir Membara merupakan salah satu fiksi sastra jenis novel karya Apung Swarna. Novel ini melatar belakangi tanah jawa dan masa kerajaan. Ki Ageng Mangir Wanabaya sedang memperhatikan kinasih menari, raut wajahnya tidak berubah. Di dalam hatinya sesuatu terasa merayap begitu saja, kekagumannya pada kinasih seakan mengalir bagai sebuah mata air di sendang yang terus mengeluarkan air bening. Seb…
Mangir Membara merupakan salah satu fiksi sastra jenis novel karya Apung Swarna. Novel ini melatar belakangi tanah jawa dan masa kerajaan. Ki Ageng Mangir Wanabaya sedang memperhatikan kinasih menari, raut wajahnya tidak berubah. Di dalam hatinya sesuatu terasa merayap begitu saja, kekagumannya pada kinasih seakan mengalir bagai sebuah mata air di sendang yang terus mengeluarkan air bening. Seb…
Pepi Al-Bayqunie adalah seorang pecinta kebudayaan lokal yang belajar menulis novel secara otodidak. Ia lahir dengan nama Saprillah pada 10 Februari 1977 di Cappasola, sebuah dusun kecil di Kecamatan Malangke, Luwu Utara, Sulawesi Selatan. Nama Al-Bayqunie dia ambil dari nama seorang ahli hadis—yang diabadikan sebagai nama grup diskusi ketika menjadi santri di MAN PK Ujung Pandang. Alumnus Ta…
Buku ini, bertutur tentang riwayat hidup Diponegoro dengan latar pergolakan akhir abad ke-18, ketika kekuatan imperialisme baru Eropa melanda Nusantara seperti tsunami Asia. Dengan runtut penulis mengungkap rahasia tokoh sejarah yang penuh teka-teki dan karisma itu: sosok yang mengakui kelemahannya sebagai penggemar perempuan tapi juga gagah berani dan blak-blakan menhadapi kekejian kolonial.
Lewat buku Madiun dalam Kemelut Sejarah ini sejarawan Ong Hok Ham menyadarkan kita bahwa Madiun memiliki sejarah yang panjang. Maka betapa salah jika ingatan atas wilayah ini hanya terpatri pada sejarah pemberontakan PKI 1948. Pada era perang Griyanti (1746-1755), Misalnya, Madiun memberikan dukungan yang penting bagi Sultan Mangkubumi (bertakhta 1749-1792). Dukungan ini berasal dari sosok Kiai…
Ketika Anda misalnya sedang melintas di Menteng, Pluit, Bintaro, Kemang, Pondok Indah, Cempaka Putih, Rawamangun, Warung Buncit, Kebayoran dan Cengkareng; atau sedang berolahraga di Senayan; atau tengah asyik berbelanja di Blok M, pernahkah terpikir mengapa tempat-tempat tersebut diberi nama seperti itu? Ternyata, semua tempat di Jakarta punya asal usul tersendiri. Ada yang berasal dari nama po…